Tuesday 10 April 2012

Negeri Bahagia

Dalam novel yang diangkat dari kisah nyata berjudul City of Joy karya Dominique Lapierre, diceritakan ada sebuah tempat di mana tidak ada sebatang pohon, atau setangkai bunga pun yang tumbuh di sana. Tidak ada kupu-kupu atau burung, kecuali burung gagak dan pemakan bangkai. Udaranya pekat dipenuhi karbon dioksida dan sulfur, lorong-lorongnya berubah menjadi danau lumpur di musim hujan. Harapan hidup penghuninya mencapai tingkat terendah di dunia karena penyakit seperti lepra, TBC, disentri, dan malnutrisi berkubang di sana. Mayat kadang-kadang dibuang ke sungai karena tak ada kerabat yang mampu membayar untuk upacara kremasi atau penguburan yang layak.

Akan tetapi, tempat yang berada di salah satu pemukiman kumuh di Calcutta, India ini dinamai Anand Nagar atau Negeri Bahagia. Penduduk di sana penuh dengan keramahan, ketulusan, cinta kasih, pengorbanan, dan keberanian. Bagi mereka, situasi seburuk apa pun tak pernah menjadi penghalang untuk berbagi dan bahagia.
Cerita dalam novel yang di Indonesia diterbitkan oleh penerbit Bentang ini seakan menasehati dan membuat kita melakukan introspeksi diri, masihkah kita sering mengeluh dan merasa menderita dengan kehidupan yang jauh lebih baik dari mereka? Bukankah sudah sewajarnya kita bersyukur dengan apa yang sudah kita miliki saat ini? Seperti yang kita pahami bersama, bersyukur tidak berdampak secara langsung pada orang lain, melainkan sangat berpengaruh besar pada kebahagiaan yang bersangkutan.
Dalam dunia kerja, keramahan, ketulusan, cinta kasih, pengorbanan, dan keberanian adalah faktor penentu seseorang akan sukses atau tidaknya dalam karir. Sifat-sifat positif tersebut dalam bahasa yang lebih intelektual disebut sebagai kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual yang disinyalir sebagai penyumbang terbesar dalam kesuksesan seseorang.
Sayangnya masih banyak orang yang merasa tidak bahagia dengan pekerjaannya dan tidak henti-hentinya mengeluh. Mereka menyalahkan pimpinan, rekan kerja, kebijakan perusahaan, kebijakan pemerintah, hingga menyalahkan presiden. Mereka menyimpulkan bahwa penyebab gajinya yang kecil dan penyebab kemandegan karirnya adalah bukan dirinya tapi orang lain. Itu berarti secara tidak langsung mereka menyerahkan nasibnya pada orang lain sambil menunggu mereka berbaik hati menaikkan gajinya dan mengangkatnya menjadi manager atau bahkan direktur. Mereka seperti orang-orang yang mengeluh dan mencaci Jakarta karena macet, banjir, polusi dan hal-hal lainnya. Namun, mereka masih tetap tinggal di Jakarta dan tidak terlintas di benaknya sedikit pun untuk pindah ke pegunungan yang jalannya lancar, tidak banjir, dan udaranya masih bersih.
Mari kita bangun negeri bahagia di dalam hati kita dengan ketulusan, cinta kasih, pengorbanan, dan keberanian. Mari kita syukuri pekerjaan yang kita miliki sekarang dengan mencintainya bukan membencinya. Bukankah jika kita membenci pekerjaan, maka pekerjaan pun akan membenci kita dan jika kita mencintai pekerjaan, maka pekerjaan pun akan mencintai kita? Ini adalah hukum sebab akibat atau ketetapan Tuhan yang berlaku pasti dan layak untuk kita renungkan. Semoga saya, Anda, kita semua tergolong orang-orang yang pandai bersyukur dan senang berbagi kebahagiaan pada sesama. Nasihat guru kami tentang kebahagiaan, “Jika kita ingin bahagia, bahagiakanlah sebanyak mungkin orang”.

With Love and Respect

sumber : Negeri Bahagia

0 comments:

Post a Comment